Selasa, 31 Juli 2012

Pardon Me part.2

        Desi pun menghampiri Rara.
"Bukankah kita sudah membicarakannya kemarin? Harusnya kamu kan bilang 'iya' ke Dina!"bentak Desi.
"Denger ya! yang mutusin bilang 'iya' atau 'nggak' itu aku! Kan aku juga butuh waktu!"balas Rara dengan wajah yang mulai memerah.
        Rara pun meninggalkan Desi sendirian. Bel masuk pun berbunyi. kini, saatnya persiapan untuk pulang. Saat Desi dan Rani menghampiri Dina, wajahnya tampak pucat.
  "Dina, mengapa wajahmu pucat begitu?! apa kamu sakit? Sebaiknya kamu ke UKS saja", kata Rani.
  "Aku nggak apa-apa kok". Rani hanya terdiam. Tanpa sadar Dina telah meninggalkannya.
        Saat bel pulang hanya Dina yang masih duduk di bangkunya. Tiba-tiba, BRUAK!! Desi dan Rani yang masih berada di depan mintu begitu kaget dan segera meminta tolong kepada Bu Andin yang kebetulan ada di sekitar situ untuk membawa Dina ke UKS. Guru kesehatan pun memeriksanya.
       Beberapa saat kemudian, Tante Mira datang ke sekolah. Menurut guru kesehatan, Dina terserang demam karena kelelahan. Tante Mira pun membawa Dina pulang. Rani dan Desi tentu juga pulang ke rumah mereka masing-masing.
       Esoknya, Rara menghampiri Desi. dan bertanya.
  "Dimana Dina? Apa dia tidak mau mendengar penjelasanku?" katanya. Desi hanya diam saja. Mukanya memerah.
  "WOI!! Punya telinga gak sih?! Aku tanyanya serius nih!!". Desi mendekati Rara.
  "INI SEMUA SALAHMU!!! Kalau kau tidak menolaknya, dia tidak akan seperti ini!!" kata Desi membentak. Dia mendoro Rara hingga jatuh.
       Desi meninggalkan Rara sendirain. Rani pun menghampiri Rara. Dia mengulurkan tangannya untuk membantu Rara berdiri.
  "Nggak perlu! Aku bisa sendiri kok!" kata Rara dengan nada meremehkan.
  "Ditolongin malah gak mau! Kenapa sih kamu gak mau terima tawarannya Dina?! Liat apa yang terjadi?! Dia jadi demam tinggi semalam!".
  "gengsi dong! Lagi pula kenapa loe yang sewot!"
  "Aku cuma nggak mau liat temenku susah kayak gitu! Jadi aku mohon...." kata Rani memohon. Rara hanya terdiam dan meninggalkan Rani.
       Sore harinya, Desi dan Rani pergi ke rumah Dina untuk menujenguk temannya itu. Setelah sampai, mereka menemui Dina belum sadar dan terus mengigau.
  "Lebih baik kita pulang saja. Besok kita kesini lagi. OK?!" tanya Rani. Desi hanya mengangguk.
       Esoknya, setelah pulang sekolah Desi dan Rani kembali untuk menjenguk Dina. Ternyata, demamnya belum juga turun malah semakin parah. Akhirnya Rani punya ide untuk semua ini. Dia pergi ke rumah Rara dan menyuruhnya pergi ke rumah Dina.
  "Apaan sih?! Denger ya?! Semua ini adalah keputusanku! Jadi kalau aku ingin bertindak apapun itu terserah aku!" bentak Rara.
  "Apa kau tidak tahu bagaimana keadaannya sekarang?! Karna kamu yang buat dia sakit, cepatlah datang kesana!". Rara menyerah dan mengikuti Rani. Sebenarnya dia sangat benci sekali melakukan hal ini. Tapi.. mau bagaimana lagi?
       Saat di jalan menuju rumah Dina tiba-tiba saja Rani mendapat telepon dari Desi.
  "Halo, Des! Ada apa?" tanya Rani.
  "Gawat, Ran! Sekarang Dina sedang dilarikan ke rumah sakit karna dia mulai merasakan sesak!"
  "APA?! Di rumah sakit mana?! TUNGGU! Kita akan segera menyusul!" kata Rani dengan penuh kebingungan.
  "Dia ada di Rumah Sakit Metropolitan".  Tiba-tiba saja teleponnya terputus.
       Rani segera menarik Rara dan berhenti di depan rumah sakit itu. Untung saja rumah sakit itu dekat.
  "Ngapain kita kesini?! Aku benci Rumah sakit! kau tahu itu kan?!" kata Rara dengan nada membentak.
  "Kamu tuh ya! aku harus bilang berapa kali sih! Dina itu sakit gara-gara kamu! sekarang kamu malah tanya lagi kenapa kita kesini?!" kta Rani membentak.
       Rani tak mempedulikan Rara lagi. Dia pergi ke tempat informasi.
  "Suster, kamarnya Dina Aura Setiadewi dimana ya?"
  "Di ruang IGD"
  "Makasih mbak"
       Rani menarik Rara dan berlari menuju ruang IGD. Disana mereka menjumpai Tante Mira dan Desi. Rara hanya berpaling muka dari mereka.
  "Tante, bagaimana keadaan Dina? Apa dia baik-baik saja?" tanya Rani. Wajah Tante Mira mendadak begitu muram dan sangat sedih. Sepertinya sesuatu yang gawat akan dialami Dina.
       Beberapa menit kemudian, Dokter keluar dari ruang IGD.
  "Dok, bagaimana keadaan anak saya, Dok?" tanya Tante Mira cemas.
  "Sepertinya kita harus membicarakan di ruang saya saja". Tante Mira mengangguk dan mulai berjalan di belakang dokter.
  "LIHAT SEMUA INI!! Semua gara-gara KAU!!!" bentak Desi kepada Rara.
  "Kenapa aku? Bukankah sudah ada yang mengatur semua ini? Jadi bukan seratus persen salahku kan?"
  "Sudahlah teman-teman, kita hanya bisa berdo'a. Lebih baik kita masuk untuk menengok Dina"
       Mereka membuka pintu dengan perlahan. Tampak oksigen yang dipasangkan di hidungnya dan dia belum juga sadar. Sepertinya dia semakin parah.
  "Din, cepatlah bangun! Aku nggak sanggup lihat kamu terbaring disini! Kumohon!" tangis Desi.
  "Din, sebelumnya aku minta maaf jika aku pernah berbuat salah. Tapi aku juga mohon, kau bangunlah, Din!". Rara hanya terdiam. Padahal hatinya ingin mengatakan sesuatu.
       Waktu terus berjalan. Tante Mira kembali ke ruangan Dina terbaring. Katanya, Paru-parunya ada yang bocor dan harus segera dioperasi. Tangis mereka samakin tak terbendung. Kecuali Rara.
  "Hhhmm... Tante! Saya minta izin mau pulang! Saya harus membantu ibu" tutur Rara. Tante Mira hanya mengakngguk karena tak kuasa menahan air matanya.
       Rara terhenti di kantin rumah sakit itu. Sebenarnya, ia tak mau pulang. Ada sesuatu yang ingin dia sampaikan pada Dina. Tapi dia harus menunggu waktu yang tepat. Tapi tak tersa hari semakin gelap. Rara terpaksa pulang. Begitu pun Desi dan Rani.
       Pada saat akan tidur, Rara teringat Dina. Dia masih ingin bertemu dengannya. Akhirnya dia memutuskan menyelinap untuk menjenguk Dina. Setelah sampai, dia berusaha mencari waktu agar Tante Mira tidak tahu. Setelah beberapa menit, akhirnya Rara menemukan celah. dia bisa masuk saat Tante Mira pergi ke musholah. Dia mengatakan semua yang ada di hatinya bahkan sampai menitikkan air mata.
  "Din, aku tahu aku penyebab semua ini! Tapi aku mohon maafkanlah aku. Sebenarnya aku ingin menerimamu. Tapi entah kenapa aku masih belum ingin...". Tiba-tiba Dina sadarkan diri.
  "Kamu udah bangun, Din?! Maafin aku ya, Din. Aku tahu aku salah. Sebagai gantinya terima ini! Ini uang untuk biaya operasimu. Aku ambil ini dari tabunganku dan ini surat untukmu. Maaf sekali aku tidak bisa berlama-lama disini. Aku harus pulang. Sampai besok ya! Lekas sembuh!"
         Saat akan pergi, Dina menarik tangan Rara. Dia tak ingin Rara pergi. Rara tak sanggup melihat ini semua. Dia melepaskan genggaman Dina, meski harus menitikkan air mata.
        Esoknya, Dina akan menjalani operasi. Berkat Rara yang telah membantunya. Meski Tante Mira tidak mengetahui pengirimnya. Tapi beliau tahu kalau pengirimnya orang baik-baik.
       Meski telah membaik, tapi kondisi tubuhnya msih lemah. Rani dan Desi begitu senang. Tapi mereka masih heran. Siapa yang mengirimkan uang itu? Mereka tak begitu peduli. Hari ini Dina sudah boleh pulang. Jadi mereka akan buat pesta selamat datang untuk Dina. Teman sekelas juga ikut membantu, kecuali Rara. Dia tidak mau ikut.

Singkat cerita,,,,

Setelah pesta selesai, semua anak pulang ke rumah masing-masing kecuali Rani dan Desi. Mereka membantu membereskan semuanya. Saat dua anak itu beres-beres, tiba-tiba Dina mendapat sebuah pesan dari seseorang agar dia datang ke taman depan rumahnya. Dia pun berjalan keluar tanpa sepengetahuan Ibunya maupun Sahabat-sahabatnya.
  "Hai, Dina! Apa kabar?"
  "Baik. Ada apa kamu memanggilku?"tanya Dina.
  "Aku cuma mau bilang. Kalau aku...."
  "Aku apa?"
  "Aku mau jadi sahabatmu, Din..". Mendengar itu Dina berkaca-kaca dan memeluk Rara. Rani dan Desi yang melihat itu ikut terharu. Mereka menghampiri Rara dan Dina, dan akhirnya mereka berempat berpelukan bersama,,,

So Sweet,,, ^_^
SELESAI,,,  
 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar